10 Hal yang Berkaitan dengan Nikah
A.
Latar Belakang
Dalam menjalankan kehidupan
rumah tangga tentulah tidak akan selalu berjalan mulus akan tetapi batu terjal
kadang menjadi penghalang untuk mencapai keluarga sakinah dan warohmah.
Ketika kita tengok realita
kehidupan masyarakat, bukan barang langka bila kita sering menjumpai
penyimpangan-penyimpangan yang mereka tidak sadar bahwa apa yang mereka lakukan
menjadikan batalnya hubungan pernikahan. Contoh saja bolehkah sang suami
memiliki hak atas istri yang sudah berkali-kali terucap kata cerai dari sang
suami?? Apakah hanya suami yang boleh mencerai?? bolehkah istri mencerai sang
suami?? Ini salah satu hal yang kadang masyarakat belum mengetahui akan
ilmunya. Berangkat dari sinilah saya berusaha memaparkan beberapa hal yang
penting dalam hal berumahtangga. Semoga dengan hadirnya makalah ini bisa
menjadikan jelas pemahaman bagi kita khususnya dan bagi
masyarakat pada umumnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Pengertian
2.
Pembahasan dengan hal-hal yang
berkaitan dengan nikah
1)
Talaq
2)
Roj’ah
3)
Hulu’
4)
Ila
5)
Zihar
6)
Li’an
7)
Iddah
8)
Radha'
9)
Hadhonah
10) Nafkah
C.
Tujuan
Memperdalam
pemahaman kita tentang hal-hal yang berkaitan dengan Nikah dan juga bisa
mengaplikasikan dalam kehidupan berumahtangga.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Talak (Cerai)
Talak adalah melepas seluruh ikatan
suami-isteri ataupun sebagiannya.
a)
Hukum
talak
Talak berhukum mubah ketika dia diperlukan, seperti ketika
buruknya akhlak seorang isteri, atau karena buruknya pelayanan. Sementara itu
talak diharamkan ketika tidak diperlukan, seperti ketika kehidupan pasangan
suami isteri mapan. Talak bisa dianjurkan ketika dalam keadaan darurat, seperti
keadaan isteri yang tersiksa jika terus hidup bersama suami tersebut, atau
karena dia sangat membenci suaminya, dan lainnya.
a)
Talak
akan menjadi wajib terhadap suami ketika mendapati isterinya tidak melaksanakan
shalat, atau dia tidak bisa menjaga kehormatannya, selama dia tidak mau
bertaubat dan tidak juga menerima nasehat.
b)
Suami
diharamkan untuk menceraikan isterinya yang masih dalam keadaan haidh dan
nifas, juga dalam keadaan bersih yang telah dia setubuhi padanya, selama belum
ada kejelasan tentang kehamilannya, sebagaimana juga diharamkan untuk
menceraikan isterinya talak tiga sekaligus dengan satu ucapan atau dalam satu
majlis.
c)
Jatuhnya
talak sah jika bersumber dari suami ataupun wakilnya, seorang wakil boleh
menjatuhkan satu talak kapan saja, kecuali jika suami menentukan waktu dan
jumlahnya
b) Rukun-rukun
Talak
1)
Suami
yang mukallaf (baliq dan berakal) maka selain suami tidak dapat mentalak berdasarkan
hadits nabi Saw.
“sesungguhnya
percerainyan itu bagi yang memegang betis (suami) (HR. Ibnu Majah: 2082
Ad-Daruquthin)
2)
Ketertarikan
istri dengan suami yang mentalaknya dengan ikatan pernukahan yang benar.
3)
Lafaldz
yang menunjukan talak
c)
Siapa
yang memiliki hak talak
1)
Talak hanya milik suami saja, karena dia lebih
menjaga kelangsungan hidup bersuami isteri yang telah dikorbankan padanya
harta, suami lebih perlahan, sabar dan berfikir dengan akal, bukannya perasaan.
2)
Sedangkan perempuan lebih cepat marah, lebih
sedikit menanggung beban, lebih pendek pandangan, dia tidak berfikir apa yang
akan terjadi setelah perceraian, tidak seperti suami. Jika talak ini milik
kedua suami-isteri, niscaya akan semakin berlipat perceraian yang disebabkan
oleh masalah sepele.
3)
Talak
berada ditangan suami, seorang yang merdeka memiliki tiga kali talak, baik itu
isterinya seorang merdeka ataupun budak, sedangkan seorang budak laki-laki
memiliki dua kali hak talak.
4)
Talak
bisa terjadi dari dia telah baligh, berakal dan bisa memilih. Talak tidak akan
sah dari seorang yang dipaksa, tidak pula seorang mabuk yang hilang akalnya dan
tidak pula dari dia yang sedang sangat marah sehingga tidak mengetahui apa yang
dia ucapkan, sebagaimana juga talak tidak akan sah dari orang yang salah,
lalai, lupa, gila dan semisalnya.
a.
Lafadz
talak: Berdasarkan lafadz,
talak terbagi menjadi dua bagian:
1.
Talak
shorih (jelas): Ini terjadi
ketika menggunakan lafadz yang tidak ada kemungkinan lain selain talak,
seperti: saya telah ceraikan kamu, kamu cerai, kamu seorang wanita yang telah
diceraikan, saya akan menceraikanmu ataupun lainnya.
2.
Talak
dengan kinayah: Yaitu dengan
sebuah lafadz yang mengandung arti talak dan arti lainnya, seperti ucapan: kamu
bebas, atau pergilah kepada keluargamu, dan semisalnya.
-
Talak akan jatuh ketika menggunakan lafadz shorih, karena kejelasan artinya,
sedangkan kinayah tidak mengharuskannya kecuali jika dibarengi oleh niat yang
kemudian diikuti oleh ucapan.
-
Apabila berkata kepada isterinya (kamu menjadi haram bagiku), pengharaman tidak
berarti talak, akan tetapi sebuah sumpah yang mengharuskan padanya kafarat
yamin (sumpah)
-
Talak akan jatuh dari dia yang serius ataupun bercanda, hal ini untuk
memelihara akad nikah dari permainan dan tipuan.
b.
Gambaran
talak
Talak
kalau tidak Munajjaz (langsung), Mudhofan (disandarkan) atau Mu'allak
(digantung), sebagaimana penjelasan berikut:
a)
Talak
Munajjaz: Seperti perkataan
terhadap isteri: kamu saya cerai atau saya telah menceraikanmu, talak seperti
ini akan langsung jatuh ketika itu pula, karena dia tidak mengikat dengan
apapun.
b)
Talak
Mudhof: Seperti perkataan
terhadap seorang isteri: kamu saya cerai besok atau pada awal bulan, talak
seperti ini tidak akan jatuh kecuali setelah sampai pada waktu yang ditentukan.
c)
Talak
Mu'allak: Yaitu ketika seorang
suami menjadikan terjadinya talak tergantung pada sebuah syarat, dia terbagi
menjadi dua:
1)
Apabila
suami bermaksud dengan talaknya tersebut untuk melakukan atau meninggalkan
sesuatu, memberi atau melarang, atau untuk meyakinkan sebuah berita, dan
lainnya, seperti perkataan: jika kamu pergi ke pasar maka kamu menjadi cerai
denganku, dia hanya bermaksud melarang, maka ini tidak jatuh talak, namun suami
tersebut harus membayar kafarat jika isteri melanggarnya.
Kafaratnya: memberi makan sepuluh orang miskin, atau memberi
mereka pakaian, atau memerdekakan budak, jika tidak mendapatkan semua itu,
dibolehkan baginya untuk berpuasa selama tiga hari.
2)
Apabila
suami bermaksud jatuhnya talak ketika hal yang disyaratkan terjadi, seperti
perkataan: jika kamu memberiku sesuatu maka kamu menjadi cerai, dalam
permasalahan ini talak akan jatuh ketika syarat tersebut dilanggar.
Apabila seorang wanita diceraikan oleh dia yang belum menentukan
mahar, sebelum disetubuhi, maka suami wajib untuk memberinya sesuatu, bagi
seorang kaya sesuai dengan keadaannya dan bagi orang miskin juga sesuai dengan
kemampuannya. Apabila dia dicerai oleh suami yang belum menentukan mahar namun
telah menyetubuhinya, maka dia berhak untuk mendapat mahar yang sesuai tanpa
ada pemberian.
Allah
berfirman:
] لا جناح عليكم إن طلقتم النساء ما لم تمسّوهن أو
تفرضوا لهن فريضة ومتعوهن على الموسع قدره وعلى المقتر قدره متاعًا بالمعروف حقا
على المحسنين [
"Tidak ada kewajiban membayar
(mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur
dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan
suatu mut'ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya
dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang
patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan" (Al-Baqarah:
236)
Apabila seorang suami
menceraikan isteri yang belum disetubuhi ataupun belum berkholwat dengannya,
namun dia telah menentukan jumlah maharnya, maka wanita tersebut berhak untuk
mendapatkan setengah dari mahar itu, kecuali jika dia ataupun walinya
memaafkannya. Apabila perpisahan dikarenakan oleh permintaannya, maka dia tidak
berhak atas mahar sedikitpun.Allah berfirman:
] وإن طلّقتموهن من قبل أن تمسوهن وقد فرضتم لهن فريضة
فنصف ما فرضتم إلاّ أن يعفون أو يعفوا الذي بيده عقدة النكاح وأن تعفوا أقرب
للتقوى ولا تنسوا الفضل بينكم إن الله بما تعملون بصير [
"Jika kamu menceraikan
isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu
sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu
tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh
orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada
takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan" (Al-Baqarah: 237).
3)
Apabila
dua orang suami isteri berpisah dari pernikahan fasid (rusak), sebelum mereka
bersetubuh, maka tidak ada mahar dan tidak pula pemberian padanya, sedangkan
jika telah bersetubuh, maka wanita tersebut berhak untuk mendapatkan mahar yang
telah ditentukan sebagai pengganti dihalalkannya kemaluan.
c.
Macam-macam
Talak
1.
Talak
sunnah: Yaitu seorang suami
menceraikan isteri yang telah disetubuhinya dengan satu talak, dalam keadaan
suci (bukan haidh) yang tidak disetubuhi pada waktu suci tersebut. Suami
tersebut berhak untuk rujuk kembali selama dia masih dalam iddahnya yang
berjangka tiga quru' (tiga kali haidh).
a.
Apabila
iddahnya telah berlalu dan dia tidak merujuknya, berarti mereka telah resmi
bercerai, wanita tersebut tidak halal baginya kecuali dengan akad dan mahar
baru, sedangkan jika dia merujuknya dalam waktu iddah, berarti dia masih tetap
sebagai isterinya.
b.
Apabila
dia menjatuhkan talak dua, maka hukum yang ada sama seperti talak pertama, yang
mana kalau dia merujuknya dalam iddah, berarti wanita tersebut masih tetap
sebagai isterinya, sedangkan jika tidak merujuknya sampai iddahnya selesai,
maka dia tidak lagi halal baginya kecuali dengan akad dan mahar baru.
c.
Kemudian jika dia menjatuhkan talak ketiga,
maka dia menjadi bebas darinya, wanita tersebut tidak halal baginya sampai
dinikahi pleh laki-laki lain dengan nikah yang benar. Talak dengan sifat dan
urutan seperti diatas dinamakan talak sunni dari segi jumlah dan sunni dari
segi waktu.
d.
Diantara
talak sunni: Seorang suami menceraikan isterinya setelah ada kejelasan tentang
kehamilannya, dengan hanya menjatuhkan satu talak. Apabila isterinya termasuk
yang tidak haidh lagi, seperti manupouse, maka suami bisa menceraikannya kapan
saja.
-
Allah berfirman:
] الطلاق مرّتان فإمساك بمعروف أو تسريح بإحسان .. [
"Talak (yang dapat dirujuki) dua
kali. Setelah itu boleh dirujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan
dengan cara yang baik .. " (Al-Baqarah: 229)
Kemudian
dilanjutkan:
] فإن طلقها فلا تحل له من بعد حتى تنكح زوجًا غيره فإن
طلّقها فلا جناح عليهما أن يتراجعا إن ظنا أن يقيما حدود الله وتلك حدود الله
يبيّنها لقوم يعلمون [
"Kemudian jika sisuami
mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi
baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain
itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan
isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan
hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kamu yang
(mau) mengetahui" (Al-Baqarah: 230).
Apabila
perceraian telah sempurna dan telah berpisah keduanya, disunnahkan bagi suami
untuk memberinya sesuatu sesuai dengan keadaan finansialnya, sebagai penghibur
ketakutan wanita tersebut dan juga untuk memenuhi sebagian dari haknya,
sebagaimana firman Allah: "Kepada wanita-wanita yang diceraikan
(hendaklah diberikan oleh suaminya) mut'ah (pemberian) menurut yang ma'ruf,
sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang takwa" (Al-Baqarah: 241)
2.
Talak
bid'ah: Yaitu talak yang
menyelisihi syari'at, dia terbagi menjadi dua:
a.
Bid'ah
dalam waktu: Seperti ketika menceraikannya dalam keadaan haidh, nifas atau
dalam keadaan suci yang telah disetubuhinya namun belum ada kejelasan hamil
ataupun tidaknya. Talak seperti ini haram namun tetap jatuh, akan tetapi
pelakunya berdosa, dia harus merujuknya kembali jika itu bukan talak tiga.
Apabila
suami itu merujuk kembali wanita yang dalam keadaan haidh atau nifas, hendaklah
dia menahannya sampai suci, kemudian haidh, kemudian suci, lalu setelah itu
jika mau dia boleh menceraikannya. Bagi dia yang menceraikan dalam keadan
wanita tersebut suci namun disetubuhi padanya, hendaklah dia menahannya sampai
haidh kemudian suci, lalu setelah itu dia boleh menceraikannya.
عن ابن عمر رضي الله عنه أنه طلّق امرأته وهي حائض, فذكر ذلك عمر
للنبي صلى الله عليه وسلم فقال: " مره فليراجعها , ثمّ ليطلّقها طاهرًا أو
حاملاً " أخرجه مسلم
Bahwasanya
Ibnu Umar r.a menceraikan isterinya yang masih dalam keadaan haidh, pergilah
Umar memberitahu Nabi SAW tentang hal tersebut, maka beliaupun bersabda:
"Perintahkan dia untuk merujuknya, kemudian menceraikannya dalam keadaan
wanita tersebut suci atau hamil"
H.R Muslim[1]
عن ابن عمر رضي الله
عنه أنه طلّق امرأته وهي حائض, فسأل عمر عن ذلك رسول الله صلى الله عليه وسلم
فقال: " مره فليراجعها حتى تطهر , ثمّ تحيض حيضة أخرى , ثم تطهر ثمّ يطلّق
بعد أو يمسك " متفق عليه
Dari
Ibnu Umar r.a bahwa dia menceraikan isterinya dalam keadaan haidh, bertanyalah
Umar kepada Rasulullah SAW tentangnya, beliau menjawab: "Perintahkan
dia untuk merujuknya sampai wanita tersebut suci, kemudian haidh lagi yang
berikutnya, kemudian suci kembali, kemudian setelah itu ceraikanlah atau
hendaklah dia menahannya" Muttafaq Alaihi[2].
3.
Bid'ah
dalam jumlah: Seperti dengan
menjatuhkan talak tiga dalam satu kalimat, atau menceraikannya tiga kali
berurutan dalam satu majlis, seperti perkataan: kamu cerai, kamu cerai, kamu
cerai.
Talak
seperti ini haram, namun tetap jatuh, pelakunya berdosa. Talak tiga dengan satu
kalimat atau beberapa kalimat berurutan dalam keadaan satu suci tidak jatuh
kecuali hanya satu talak dibarengi dengan dosa.
4.
Talak
Roj'i: Seorang suami
menceraikan isterinya yang telah disetubuhi dengan satu talak, dia memiliki hak
untuk merujuknya jika mau, selama masih dalam iddahnya. Apabila dia merujuknya
kemudian menjatuhkan talak kedua, diapun masih memiliki hak untuk merujuknya
kembali selama masih dalam iddahnya. Dalam dua keadaan tersebut dia masih
sebagai isterinya, mereka berdua masih saling mewarisi, dan wanita tersebut
masih berhak untuk mendapat nafkah dan tempat tinggal.
Wajib bagi wanita yang dicerai dengan talak roj'i, yaitu dia
yang mendapat talak satu dan dua setelah disetubuhi atau berkholwat, untuk
tetap tinggal dan beriddah dirumah
suaminya, dengan harapan agar dia merujuknya kembali, dianjurkan baginya untuk
berdandan dihadapannya agar berkeinginan untuk merujuknya, tidak dibolehkan
bagi suami untuk mengeluarkannya dari rumah, walaupun dia tidak merujuknya,
sampai iddahnya selesai.
5.
Talak
Bain: Yaitu talak yang
menjadikan isteri terpisah bersama suaminya secara menyeluruh, dia terbagi
menjadi dua:
a.
Bain
shughra (kecil): Jika talak
masih kurang dari tiga, ketika suami menceraikan isterinya satu talak, seperti
yang telah lalu, kemudian iddahnya habis dan dia tidak merujuknya, keadaan ini
disebut talak bain shughra.
Suami tersebut masih memiliki hak yang sama dengan lelaki
lainnya, yaitu menikahinya dengan akad dan mahar baru, walaupun wanita tersebut
tidak menikah dengan laki-laki lain. Begitu pula ketika dia telah menjatuhkan
talak kedua dan tidak dirujuknya ketika masih dalam iddahnya, maka ia dapat
menikahinya dengan akad dan mahar baru walaupun belum dinikahi oleh laki-laki
lain.
b.
Bain
kubra (besar): Yaitu talak
yang telah lengkap menjadi tiga, ketika seorang pria telah menjatuhkan talak
ketiga, berpisahlah keduanya secara keseluruhan, wanita tersebut tidak halal
baginya sehingga menikah lagi dengan laki-laki lain secara syar'i dan dengan
niat hidup bersama. Laki-laki kedua ini berkholwat serta menyetubuhinya setelah
iddahnya selesai, dan jika dia menceraikannya lalu wanita tersebut selesai dari
iddahnya, barulah diperbolehkan bagi suami pertama untuk menikahinya kembali
dengan akad dan mahar baru, seperti lainnya.
-
Wanita yang mendapat talak tiga beriddah dirumah keluarganya, karena dia tidak
halal lagi bagi suaminya, sebagaimana dia tidak berhak lagi atas nafkah dan
tidak pula tempat tinggal, namun dia tetap tidak boleh keluar dari rumah
keluarganya kecuali jika memiliki kepentingan.
-
Apabila seorang suami merasa ragu dalam mentalak atau ketika memberi syarat
padanya, maka secara asal pernikahannya tetap berjalan sampai ada kepastian
akan hal tersebut.
-
Apabila suami berkata kepada isterinya (permasalahan ini terserah kamu), ketika
itu permasalahan talak berada ditangan isteri dan dia bisa menceraikan dirinya
sampai tiga kali menurut sunnah, kecuali jika suaminya berniat hanya memberikan
satu talak saja.
d.
Kapan diperbolehkan bagi wanita untuk meminta talak?
Diperbolehkan bagi seorang wanita untuk meminta talak
dihadapan qodi (hakim pengadilan) jika dia merasa tersiksa oleh permasalahan
yang menjadikannya tidak sanggup lagi hidup dibawah lindungannya, sebagaimana
dalam beberapa gambaran berikut:
1.
Ketika
suami tidak memberi nafkah.
2.
Pada
saat suami memberikan mudharat kepada isterinya sehingga dia tidak bisa untuk
selalu hidup bersamanya, seperti dengan cacian, pukulan, gangguan yang
berlebihan atau memaksanya untuk melakukan kemungkaran maupun lainnya.
3.
Ketika
dia merasa tidak tahan akan omongan suaminya diluar tentang dirinya, sehingga
takut kalau terjadi fitnah atas dirinya.
4.
Ketika
suaminya dipenjara dalam waktu panjang dan dia merasa tersiksa oleh
perpisahannya.
5.
Ketika
isteri melihat pada suaminya sebuah penyakit yang mapan, seperti kemandulan,
atau ketidak mampuannya untuk bersetubuh atau mengidap penyakit berbahaya,
ataupun lainnya.
-
Seorang wanita diharamkan untuk menuntut suaminya agar menceraikan isterinya
yang lain, dengan tujuan agar hanya dirinya yang menjadi isteri laki-laki
tersebut.
-
Apabila suami berkata kepada isterinya: kalau haidh berarti kamu cerai, maka
dia akan mendapat cerai langsung ketika sampai pada haidhnya.
-
Akan jatuh talak bain ketika suami menceraikan dengan meminta imbalan kepada
isteri, atau sebelum menyetubuhinya ataupun ketika terjadi talak ketiga.
-
Ketika suami berkata kepada isterinya: apabila kamu melahirkan anak laki-laki
maka kamu saya cerai dengan talak satu dan jika anaknya perempuan maka kamu aku
jatuhi dua talak, apabila dia melahirkan seorang bayi laki maka dia langsung
mendapat talak satu, kemudian dia melahirkan bayi perempuan maka terjadilah
talak bain, dan dia dalam keadaan tidak memiliki iddah.
2. Roj'ah (Rujuk)
Roj'ah
artinya Pengembalian wanita yang telah dicerai selain bain kepada ikatan
sebelumnya tanpa akad.
a)
Syarat
sahnya Roj’ah:
1.
Wanita
yang dicerai sudah pernah disetubuhinya.
2.
Talak tersebut masih dalam jumlah yang
diperbolehkan, seperti talak yang kurang dari tiga.
3.
Talak
tersebut tanpa imbalan dari fihak isteri, jika dia sambil menerima imbalan,
maka talak tersebut menjadi bain.
4.
Rujuk
tersebut terjadi ketika masih dalam iddah, dari nikah yang sah.
-
Rujuk bisa terjadi dengan perkataan, seperti: saya telah merujuk isteriku, atau
saya telah memegangnya kembali, dan lainnya. Diapun bisa terjadi dengan
perbuatan, seperti persetubuhan yang diniatkan dengannya rujuk.
-
Disunnahkan untuk mendatangkan saksi dua orang adil ketika mentalak maupun
merujuk, namun keduanya tetap sah tanpa adanya saksi. Wanita yang ditalak roj'i
masih berstatus isteri selama masih dalam iddahnya, dan waktu rujuk akan
berakhir dengan berakhirnya masa iddah.
-
Rujuk tidak membutuhkan adanya wali, mahar, ridho isteri dan tidak pula harus
untuk mengetahuinya.
3.
Hulu'
Hulu'
artinya pembayaran tebusan seorang istri kepada suaminya yang dibencinya denan
sejumlah harta yang diberikan kepadanya agar dia melepaskanya (mencerainya).
Atau berpisahnya pasangan suami-isteri
dengan imbalan yang dibayarkan kepada suami.
a)
Syarat-syarat
khulu’
1. Ketidaksukaan harus berasal dari
istri
2. Istri tidak boleh menuntut cerai
dengan cara khulu’ kecuali jika keadaanya pada kondisi yang membahayakan.
3. Suami tidak diperbolehkan menyakiti
istrinya supaya istri melakukan khulu’ kepadanya.
b)
Hikmah
disyari'atkannya
Pada saat telah sirna kecintaan diantara suami dan isteri,
akan muncullah padanya kebencian dan kemurkaan, mulailah problem berdatangan,
terlihatlah aib dari keduanya ataupun salah satunya, pada saat seperti itu
Allah memberikan untuknya jalan keluar.
Apabila
hal tersebut dari fihak suami, Allah telah memberikan kepadanya hak untuk
mentalak, dan jika dari fihak isteri, Allah telah mengidzinkannya untuk
melakukan hulu', yaitu dengan cara memberikan kepada suami apa yang telah dia
ambil darinya, bisa juga lebih sedikit darinya ataupun lebih banyak, agar dia
mau memisahkannya.
1-
قال الله تعالى ]
الطلاق مرّتان فإمساك بمعروف أو تسريح بإحسان ولا يحلّ لكم أن تأخذوا ممّا
آتيتموهن شيئاً إلاّ أن يخافا ألاّ يقيما حدود الله فإن خفتم ألاّ يقيما حدود الله
فلا جناح عليهما فيما افتدت به [
Allah
berfirman: "Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh
rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.
Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum
Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya" (Al-Baqarah: 229)
2-
عن ابن عباس رضي الله عنهما أن امرأة ثابت بن قيس أتت النبي صلى
الله عليه وسلّم فقالت: يا رسول الله, ثابت بن قيس ما أعتب عليه في خلق ولا دين,
ولكني أكره الكفر في الإسلام, فقال رسول الله صلى الله عليه وسلّم: " أتردّين
عليه حديقته ؟" قالت: نعم, قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم: " اقبل الحديقة
وطلّقها تطليقة " أخرجه البخاري
Dari
Ibnu Abbas r.a bahwa isteri Tsabit bin Qois mendatangi Nabi SAW dan berkata: ya
Rasulullah, saya tidak mencela akhlak serta agama Tsabit bin Qois, akan tetapi
saya hanya takut terjerumus dalam kekufuran pada agama ini, berkata Rasulullah
SAW: "Apakah kamu bersedia untuk mengembalikan kebunnya?" dia
menjawab: baiklah, berkata Rasulullah SAW (kepada Tsabit): "Terimalah
olehmu kebun tersebut dan ceraikanlah dia dengan talak satu" (H.R
Bukhori)[3].
c)
Penyebab
hulu'
1.
Diperbolehkan
hulu' ketika seorang wanita telah membenci suaminya, baik itu disebabkan oleh
buruknya pergaulan dia, jeleknya akhlak
atau pribadinya, ataupun karena takut terjerumus dalam dosa dengan meninggalkan
haknya. Dianjurkan bagi suami untuk menerima hulu' tersebut sebagaimana dia
telah diperbolehkan.
2.
Apabila
seorang isteri membenci suami karena agamanya, seperti meninggalkan shalat,
atau tidak memperdulikan kehormatan diri, jika tidak memungkinkan baginya untuk
merubah, maka dia wajib untuk mencari jalan agar suami tersebut menceraikannya.
Akan tetapi jika suaminya melakukan beberapa hal yang diharamkan, namun dia
tidak memaksa isterinya untuk ikut melakukannya, dalam keadaan ini tidak wajib
bagi isteri untuk meminta hulu', siapa saja diantara wanita yang meminta
perceraian dari suaminya tanpa sebab, maka akan diharamkan baginya wangi surga.
Allah berfirman:
] يا أيها الذين
آمنوا لا يحلّ لكم أن ترثوا النساء كرهًا ولا تعضلوهن لتذهبوا ببعض ما آتيتموهن
إلاّ أن يأتين بفاحشة مبيّنة وعاشروهن بالمعروف فإن كرهتموهن فعسى أن تكرهوا شيئاً
ويجعل الله فيه خيرًا كثيرًا [
"Hai orang-orang yang beriman,
tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu
menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah
kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang
nyata. Dan bergaulah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak" (An-Nisaa: 19)
-
Hulu' merupakan fash (perpisahan), baik itu dengan lafadz (hulu', fash ataupun
fida), jika terlaksana dengan lafadz talak ataupun kinayahnya dan dibarengi
oleh niat, maka dia menjadi talak, akan tetapi suami tidak memiliki hak rujuk
setelahnya. Boleh bagi suami untuk menikahinya kembali dengan akad dan mahar
baru setelah selesainya iddah, akan tetapi dengan syarat belum dilalui oleh
talak lain yang menggenapkannya menjadi tiga talak.
-
Hulu' diperbolehkan pada setiap saat, baik itu dalam keadaan suci ataupun
haidh, wanita yang melakukan hulu' beriddah satu kali haidh saja. Seorang suami
boleh menikahi kembali yang di hulu'nya dengan syarat atas ridho wanita
tersebut, dengan akad dan mahar baru setelah selesainya iddah.
-
Segala sesuatu yang bisa dijadikan mahar, diapun boleh untuk dijadikan
pengganti dalam hulu', jika seorang isteri berkata: hulu'lah aku dengan uang
seribu, kemudian suaminya menyetujui, maka suami tersebut berhak untuk mendapat
uang seribu tersebut, dan tidak boleh baginya untuk meminta yang lebih besar dari
apa yang telah istrinya berikan.
4. Ila (sumpah untuk tidak menyetubuhi isteri)
Ila Adalah sumpah seorang suami yang mampu untuk bersetubuh
dengan menggunakan nama Allah atau salah satu nama-Nya, atau salah satu
sifat-Nya, untuk tidak menyetubuhi isteri pada kemaluannya untuk selamanya atau
lebih dari empat bulan.
a)
Hukumnya
Ila dibolehkan dalam
rangka mendidik istri selama kurang dari empat bulan Allah berfirman :
Artinya:“Kepada
orang-orang yang meng-ilaa' isterinya[141] diberi tangguh
empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’’. (Al-Baqarah : 226)
b)
Hikmah
diperbolehkan ila
- Ila
merupakan peringatan atau mengajarkan adab terhadap wanita yang bermaksiat atau
berbuat nusyuz terhadap suaminya, hal ini diperbolehkan terhadap suami sesuai
dengan kebutuhan, hanya boleh dilakukan untuk waktu empat bulan ataupun kurang
darinya, sedangkan jika lebih dari empat bulan, maka dia menjadi haram, zolim
dan kejahatan, karena dia telah bersumpah untuk meninggalkan sesuatu yang
merupakan kewajibannya.
-
Ketika pada masa jahiliyah, apabila ada seorang laki-laki yang tidak menyukai
isterinya dan dia tidak menginginkannya menikah dengan pria lain, maka dia akan
bersumpah untuk tidak menyentuh wanita tersebut untuk selamanya, atau hanya
satu sampai dua tahun, dengan tujuan untuk menyengsarakannya, laki-laki
tersebut membiarkannya tergantung, dia itu tidak seperti isterinya dan bukan
pula wanita yang diceraikan. Kemudian Allah ingin menentukan batasan untuk
perbuatan ini, Dia membatasinya selama empat bulan dan membatalkan apa yang
lebih darinya sebagai bentuk untuk membendung kejelekan.
c)
Sifat
ila:
Apabila seorang suami bersumpah untuk tidak mendekati
isterinya untuk selamanya atau lebih dari empat bulan, berarti dia telah
berbuat ila, jika dia menyetubuhinya dalam empat bulan, berarti dia telah
membatalkan ilanya dan wajib membayar kafarat yamin (memberi makan sepuluh
orang miskin, atau memberinya pakaian atau memerdekakan seorang budak, jika
tidak mampu semua itu, baginya puasa selama tiga hari). Jika telah berlalu
empat bulan dan dia belum juga menyetubuhinya, maka hendaklah isteri tersebut
memintanya untuk menyetubuhinya, jika dia melakukannya, maka tidak ada
kewajiban apa-apa atasnya selain kafarat yamin.
Apabila
dia menolaknya, maka wanita tersebut berhak untuk meminta talak, dan jika suami
tersebut menolak untuk mentalaknya, maka hakim pengadilanlah yang akan
menjatuhkan talaknya dengan talak satu, sebagai bentuk untuk membendung
mudhorot terhadap isteri.
Allah
berfirman:
]
للذين يؤلون من نسائهم تربّص أربعة أشهر فإن فاءوا فإن الله غفور رحيم * وإن عزموا
الطلاق فإن الله سميع عليم [
"Kepada orang-orang yang
meng-ilaa isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka
kembali (kepada isterinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang *Dan jika mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, maka
sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (Al-Baqarah: 226-227)
Iddah
seorang isteri yang mendapat ila sama seperti dia yang ditalak, sebagaimana
yang akan dijelaskan nanti.
5.
Zihar
Zihar yaitu
menyerupakan isteri atau sebagian tubuhnya dengan dia yang diharamkan untuk
dinikahi selamanya, seperti perkataan: kamu seperti ibuku, atau seperti
punggung saudariku, dan semisalnya.
-
Pada zaman jahiliyah, ketika seorang suami marah terhadap isterinya, karena
disebabkan oleh suatu permasalahan, dia akan melontarkan perkataan: (bagiku
kamu itu seperti punggung ibuku), maka langsung dia bercerai darinya.
Ketika
Islam datang, agama ini menyelamatkan wanita dari kesulitan ini, dan
menjelaskan kalau zihar merupakan sebuah kemungkaran dari perkataan dan dusta;
karena dia berdiri bukan diatas landasan. Sebab isteri bukanlah seorang ibu,
sehingga menjadi haram sepertinya, hukumnya dibatalkan, dan menjadikan wanita
tersebut menjadi haram bagi suaminya sebelum dia membatalkannya dengan kafarat
zihar.
-
Ketika suami menzihar isterinya, kemudian ingin menyetubuhinya, maka hal
tersebut diharamkan atasnya sampai dia melaksanakan kafarat zihar.
a)
Hukum
zihar
Haram, Allah telah mencela orang-orang yang
melakukannya dengan firmannya:
]
الذين يظاهرون منكم من نسائهم مّا هن أمهاتهم إن أمهاتهم إلاّ اللائي ولدنهم وإنهم
ليقولون منكرًا من القول وزورًا وإن الله لعفوّ غفور [
[ المجادلة: 2 ]
"Orang-orang yang menzhihar
isterinya diantara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal)
tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah
wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh
mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha
Pema'af lagi Maha Pengampun" (Al-Mujaadilah: 2)
b)
Ketentuan
seputar Zihar
1.
Suami
yang melakukan zihar wajib membayar kaffarat
apabila ia bertekad kembali pada istrinya.
2.
Sumi
wajib membayar kafarat sebelum
menggauli istrinya yang dizihar. Kaffarat zihar adalah memerdekakan budak yang
mukmin atau puasa selama dua bulan berturut-turut, atau member makan kepada
enam puluh orang miskin.
3. Berdosa jika sang suami menggauli istrinya sebelum membayar kaffarat.
6. Li'an (laknat)
Li'an
adalah persaksian yang dibarengi oleh sumpah dari kedua belah fihak, diiringi
oleh laknat dari suami dan kemurkaan dari isteri, dilakukan dihadapan hakim
pengadilan ataupun wakilnya.
a)
Hukum
Li’an
Li’an disyariatkan berdasarkan firman Allah
“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak
ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu
ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk
orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya,
jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari
hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu
benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. dan (sumpah) yang kelima: bahwa
laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar “(An-Nur
: 6-9)
b)
Syarat-syarat
Li'an
a.
Kedua
suami isteri harus sudah dewasa, dilakukan dihadapan imam atau wakilnya.
b.
Harus
dimulai oleh tuduhan suami kalau isterinya telah berbuat zina.
c.
Isteri
harus mendustakan tuduhan tersebut, dan tetap pada pendiriannya sampai selesai
dari saling melaknat.
c)
Sifat
li'an:
Apabila seorang suami menuduh isterinya berbuat zina dan dia
dalam keadaan tidak memiliki bukti, maka dengan itu dia berhak untuk
mendapatkan hukuman had qozaf (tuduhan), hukuman tersebut tidak akan jatuh
darinya kecuali dengan melakukan li'an, sifatnya adalah:
1-
Dimulai oleh suami dengan mengucapkan sebanyak empat kali: (demi Allah saya
bersaksi kalau saya ini termasuk dari orang-orang yang jujur ketika menuduh
isteriku ini dari perbuatan zina), dia mengatakan hal tersebut sambil menunjuk
kearah isterinya jika dia hadir, dan menyebutkan namanya jika berhalangan
hadir, kemudian untuk yang kelima kalinya dia menambahkan:
] أن لعنت الله
عليه إن كان من الكاذبين [
"Bahwa
laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta"
(An-Nuur: 7)
2-
Kemudian isterinya mengucapkan sebanyak empat kali: (demi Allah saya bersaksi
kalau dia telah berdusta atas apa yang dituduhkannya terhadapku dari perbuatan
zina) kemudian untuk persaksian kelimanya dia menambahkan:
] أن غضب الله
عليها إن كان من الصادقين [
"Bahwa
laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar"(An-Nuur:
9)
-
Disunnahkan untuk diberikan peringatan terhadap kedua orang yang saling
melaknat ketika mereka sedang melaknat, dengan cara meletakkan tangan pada
mulut suami ketika akan mengucapkan yang kelima, dan dikatakan kepadanya:
(Takutlah kepada Allah, bahwasanya adzab dunia itu lebih ringan dari adzab
akhirat, bahwasanya persaksian ini akan mendatangkan adzab terhadapmu). Begitu
pula diperlakukan terhadap isterinya, akan tetapi tanpa meletakkan tangan
dimulutnya. Sunnahnya laknat ini dilakukan dihadapan imam atau wakilnya, dan
keduanya mengucapkan laknat dalam keadaan berdiri dan disaksikan oleh halayak
ramai.
Allah
berfirman: "Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal
mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka
persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya
dia adalah termasuk orang-orang yang benar * Dan (sumpah) yang kelima: bahwa
laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta * Isterinya
itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah
sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta * Dan
(sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk
orang-orang yang benar" (An-Nuur: 6-9)
7. Iddah
Iddah
adalah suatu waktu yang menjadikan seorang wanita menunggu padanya, dan padanya
dia tidak boleh menikah setelah suaminya meninggal, atau setelah diceraikannya.
a)
Hukum
iddah
Iddah diharuskan selama masa iddah, bagi dia yang
ditinggalkan oleh suami yang meninggal dunia. Iddah merupakan suatu kewajiban
bagi seluruh wanita yang dicerai oleh suaminya, atau setelah meninggalnya suami
yang pernah berkhalwat bersamanya, perpisahan tersebut baik yang berupa talak,
hulu' ataupun fasah; agar diketahui kebersihan rahimnya dengan cara melahirkan,
atau berlalunya masa quru' ataupun bulan yang telah ditentukan.
- Kepada selain suami ihdah dibolehkan selama tiga hari,
adapun ihdad terhadap suami yang meninggal, dia sesuai dengan iddahnya, yaitu
empat bulan sepuluh hari. Adapun wanita hamil yang suaminya meninggal, ihdadnya
akan langsung terputus ketika dia melahirkan.
b)
Kelompok
wanita yang beriddah
1.
hamil
2.
Wanita yang suaminya meninggal
3.
Dicerai suami yang masih hidup
4.
Dia yang dipisahkan oleh suaminya yang masih hidup, akan tetapi tidak haidh karena masih kecil ataupun telah
monopause, maka iddahnya tiga bulan.
Allah
berfirman:
]
واللائي يئسن من المحيض من نسائكم إن ارتبتم فعدّتهن ثلاثة أشهر واللائي لم يحضن
.. [
[ الطلاق: 4 ]
"Dan perempuan-perempuan yang
tidak haidh lagi (monopause) diantara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu
(tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan dan begitu
(pula) perempuan-perempuan yang tidak haid" (Ath-Thalaaq: 4)
5.
Barang siapa yang sudah tidak mendapatkan haidh
lagi, akan tetapi tidak diketahui apa penyebabnya,
maka iddahnya selama satu tahun, sembilan bulan untuk masa kehamilan dan tiga
bulan untuk iddah.
6.
Wanita yang suaminya hilang
- Iddah seorang budak wanita yang telah haidh adalah dua
quru', bagi mereka yang telah monopause dan masih kecil adalah dua bulan,
sedangkan yang hamil sampai melahirkan.
-
Apabila seorang pria memiliki budak wanita yang pernah disetubuhi, maka dia
tidak boleh menyetubuhinya sampai jelas kebersihan rahimnya, apabila dia hamil
sampai melahirkan, sedangkan yang haidh ditunggu sampai satu kali haidh, dan
yang monopause serta kecil ditunggu sampai berlalu satu bulan.
-
Wanita yang disetubuhi dengan syubhat, atau perzinahan, nikah yang rusak,
hulu', maka dia beriddah dengan satu kali haidh untuk diketahui kebersihan
rahimnya. Sedangkan wanita yang ditalak roj'i kemudian suaminya meninggal
ketika dia masih beriddah, maka iddah talaknya batal dan dia memulainya lagi
dari hari meninggalnya suami tersebut.
8. Rodho' (Menyusui)
Rodho' adalah menyusunya anak yang berumur kurang dari dua tahun
dari pangkuan ataupun dengan cara meminum ataupun lainnya.
عن ابن عباس رضي الله
عنهما قال: قال النبي صلّى الله عليه وسلّم في بنت حمزة: " لا تحلّ لي, يحرم
من الرضاع ما يحرم من النسب, هي ابنة أخي من الرضاعة " متفق عليه
Berkata
Ibnu Abbas r.a: telah bersabda Rasulullah SAW tentang putri Hamzah: "Dia
tidak halal untuk dinikahi olehku, diharamkan dari rodho' sebagaimana yang
diharamkan dari nasab (keturunan), sesungguhnya dia adalah putri saudaraku
(keponakan) sepersusuan" Muttafaq Alaihi[4].
a)
Diharamkan
dari rodho' sebanyak lima susuan dalam umur dua tahun:
Apabila seorang wanita menyusui seorang anak sebanyak lima
kali susuan dan anak tersebut belum genap berumur dua tahun, maka dia menjadi
anaknya dan anak suaminya, seluruh muhrim suami menjadi muhrim baginya, seluruh
muhrim yang disusui menjadi muhrim bagi yang menyusu darinya, anak-anak
keduanya menjadi saudaranya. Adapun kedua orang tua asli orang yang menyusu
berikut orang tua serta keturunan keduanya tidak mencakup dari dia yang
diharamkan, sehingga diperbolehkan bagi saudara sepersusuannya untuk menikah
dengan saudari kandungnya, begitu pula dengan sebaliknya.
b)
Batas
susuan:
Dengan menyedot langsung dari puting susu kemudian bayi
tersebut melepasnya tanpa larangan, dengan demikian dia telah melakukan satu
kali susuan, atau dengan cara berpindah sendiri dari satu susu kepada susu
lain, itupun dikatakan satu susuan, jika kembali lagi berarti dia melakukan
untuk yang kedua, hal ini bisa dilihat dari kebiasaan. Yang terbaik adalah
dengan menyusukan anak tersebut kepada wanita yang berakhlak dan beragama baik.
-
Susuan ditetapkan dengan adanya dua orang saksi laki-laki atau satu orang
laki-laki dan dua orang wanita ataupun cukup dengan persaksian seorang wanita
yang tidak diragukan tentang agamanya, baik dia itu wanita yang menyusuinya
ataupun lainnya.
-
Apabila seorang wanita telah menyusui seorang bayi, baik dia itu seorang gadis
ataupun janda, maka dia menjadi anaknya dalam keharaman untuk dinikahi,
diperbolehkan untuk melihatnya, berkholwat dan menjadi mahromnya, akan tetapi
tidak ada kewajiban menafkahi, menjadi wali dan tidak pula saling mewarisi.
-
Susu hewan ternak tidak bisa mengharamkan sebagaimana susu seorang wanita,
apabila dua orang bayi meminum susu dari seekor binatang, tidak akan ada
hubungan diantara keduanya. Perpindahan darah dari seorang laki-laki kepada
perempuan ataupun sebaliknya tidak bisa dikatakan rodho', dan juga tidak
berpengaruh terhadap pengharaman diantara keduanya.
-
Apabila seseorang merasa ragu akan adanya rodho', atau ragu tentang
kesempurnaannya sebanyak lima kali dan juga tidak ada saksi, maka tidak bisa
dikategorikan padanya, karena secara asal rodho' tersebut tidak ada.
c)
Hukum
menyusui orang dewasa:
Susuan yang mengharamkan jika mencapai lima kali susuan atau
lebih selama dia masih dibawah umur dua tahun, akan tetapi jika dibutuhkan
untuk menyusui seorang dewasa yang tidak bisa dilarang untuk memasuki rumah dan
berhijab darinya, maka hal tersebut diperbolehkan.
Berkata Aisyah r.a: Sahlah binti Suhail mendatangi Nabi SAW
dan berkata: ya Rasulullah! Saya perhatikan Abu Huzaifah membiarkan Salim masuk
(dia adalah walinya) menjawablah Nabi SAW: "Susuilah dia"
Sahlah menjawab: bagaimana saya menyusuinya? Sedangkan dia laki-laki dewasa.
Tersenyum Rasulullah dan berkata: "Saya tahu kalau dia itu serorang
laki-laki dewasa"
9.
Hadhonah
(hak asuh)
Hadhonah: Adalah penjagaan terhadap anak kecil atau seorang idiot
dari segala sesuatu yang mengganggunya, serta mendidik dan mengurusinya dengan
pantas sehingga dia bisa mengurus dirinya sendiri.
a.
Yang
paling berhak atas hadhonah:
Hadhonah termasuk dari kebaikan Islam dan perhatiannya
terhadap anak-anak kecil, apabila kedua ayah bercerai setelah dikaruniai anak,
maka yang paling berhak untuk mengurusnya adalah ibu; karena ibu lebih lembut
terhadap anak kecil, juga lebih sabar dan sayang terhadapnya, dia lebih
memahami cara mentarbiah, menggendong serta menidurkannya. Berikutnya adalah
ibu isteri terdekat kemudian saudari isteri (bibi) kemudian ayah, kemudian ibu
ayah kemudian kakek kemudian ibunya, kemudian saudari kandung bayi tersebut,
kemudian saudarinya satu ibu kemudian saudari satu ayah kemudian saudari ayah
(bibi) dan seterusnya.
-
Apabila orang yang berhak untuk hadhonah (mengasuh) menolak, atau dia seorang
yang tidak pantas atasnya, atau karena tidak pantasnya anak tersebut pindah hak
asuh kepadanya, hendaklah dia diberikan kepada yang menjadi urutan berikutnya.
Apabila ibunya telah menikah kembali, maka hak asuh akan terjatuh darinya dan
berpindah kepada urutan setelahnya, kecuali jika suami barunya ridho kalau
isterinya tersebut tetap mengasuh anaknya.
-
Apabila bayi telah berumur tujuh tahun dan berakal, dia diberi pilihan untuk
memilih tinggal bersama salah satu orang tuanya, dia harus tinggal bersama
orang yang dipilihnya. Hak asuh ini tidak boleh diberikan kepada dia yang tidak
pantas ataupun tidak bisa mengasuh, sebagaimana tidak bolehnya seorang kafir
mengasuh seorang Muslim.
-
Ayah seorang putri yang telah berumur tujuh tahun lebih berhak atasnya, jika
terbukti maslahat terhadap putri tersebut, dan juga tidak berpengaruh apa-apa
terhadap ibunya, kalau tidak demikian maka hak asuh akan kembali kepada ibunya.
-
Setelah dewasa, anak laki-laki boleh memilih tinggal bersama siapa saja,
sedangkan wanita bersama ayahnya sampai dia menyerahkannya kepada suaminya,
akan tetapi ayah tersebut tidak boleh melarangnya untuk mengunjungi ibunya
ataupun melarang ibu yang akan mengunjungi putrinya.
10. Nafkah
Nafkah mencukupi dia yang menjadi tanggungannya, dari segi makanan,
pakaian, tempat tinggal dan yang mendukungnya.
a)
Keutamaan
nafkah:
1- Allah berfirman:
]
الذين ينفقون أموالهم بالليل والنهار سرّاً وعلانية فلهم أجرهم عند ربّهم ولا خوف
عليهم ولا هم يحزنون [
"Orang-orang yang menafkahkan
hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan,
maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhan-nya. Tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati" (Al-Baqarah: 274)
عن أبي مسعود الأنصاري
رضي الله عنه أن النبي صلّى الله عليه وسلّم قال: " إذا أنفق المسلم نفقة على
أهله وهو يحتسبها كانت له صدقة " متفق عليه
2- Dari Abu Mas'ud Al-Anshori, bahwa
Nabi SAW bersabda: "Apabila seorang Muslim memberikan nafkah kepada
keluarganya dan dia berharap mendapat ganjaran darinya, maka baginya seperti
ganjaran sedekah" Muttafaq Alaihi[5].
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: "
الساعي على الأرملة والمسكين كالمجاهد في سبيل الله, أو القائم الليل الصائم
النهار " متفق عليه
3- Berkata Abu Hurairah r.a: telah
bersabda Rasulullah SAW: "Orang yang menanggung janda dan orang miskin
seperti seorang yang berjihad di jalan Allah, atau seperti orang yang shalat
malam dan berpuasa pada siang harinya" Muttafaq Alaihi[6].
b)
Permasalahan
nafkah terhadap isteri:
1-
Nafkah terhadap seorang isteri merupakan kewajiban suaminya, baik itu makanan,
minuman, pakaian, tempat tinggal dan lainnya, sesuai dengan apa yang sesuai
untuknya. Nafkah ini akan berbeda menurut keadaan daerah dan perekonomian,
begitu pula dengan keadaan pasangan tersebut dan kebiasaan keduanya.
عن جابر بن عبد الله
رضي الله عنهما أن النبي صلّى الله عليه وسلّم قال: " إن دماءكم وأموالكم
حرام عليكم ... – وفيه- " فاتقوا الله في النساء, فإنكم أخذتموهن بأمان الله,
وأحللتم فروجهن بكلمة الله ... ولهن عليكم رزقهن وكسوتهن بالمعروف " أخرجه
مسلم
Dari
Jabir bin Abdullah r.a bahwa Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya darah
serta harta kalian haram terhadap kalian … -padanya terdapat- "Bertakwalah
kalian kepada Allah terhadap isteri-isteri kalian, sesungguhnya kalian telah
mengambil mereka dengan amanat dari Allah, menghalalkan kemaluan mereka dengan
kalimat Allah … mereka wajib untuk mendapat rejeki dan pakaian dari kalian
dengan pantas" H.R Muslim[7].
2-
Wajib bagi suami yang mencerai isterinya dengan talak roj'i untuk memberinya
nafkah, pakaian dan tempat tinggal, akan tetapi tanpa memberinya giliran
bermalam.
3-
Isteri yang mendapat bain, baik itu dengan fasah ataupun talak berhak untuk
mendapatkan nafkah jika dia hamil, jika tidak hamil maka dia tidak berhak atas
nafkah dan tidak pula tempat tinggal.
4-
Tidak ada nafkah dan tidak pula tempat tinggal bagi dia yang ditinggal
meninggal oleh suaminya, jika dia hamil maka wajib untuk diberi nafkah dari
harta peninggalan suaminya, apabila tidak ada harta peninggalan, maka
dibebankan kepada salah seorang ahli waris yang memiliki kecukupan.
5-
Apabila seorang isteri berbuat nusyuz ataupun menghindar dari suaminya, maka
kewajiban nafkah atasnya akan jatuh, kecuali jika dia dalam keadaan hamil.
-
Apabila seorang suami menghilang (pergi) tanpa memberikan nafkah terhadap
isterinya, maka dia diwajibkan untuk membayar nafkah yang telah berlalu.
-
Apabila seorang suami miskin dan tidak mampu memberi nafkah, pakaian, tempat
tinggal atau pergi tanpa meninggalkan nafkah untuk isterinya, dan dia menolak
ketika akan diambilkan dari harta miliknya, maka isteri tersebut berhak untuk
meminta fasah (pisah) jika dia mau. Akan tetapi dengan idzin dari hakim
pengadilan.
c)
Nafkah
terhadap ayah, anak dan kerabat:
Memberi nafkah terhadap kedua orang tua dan keatasnya
merupakan sebuah kewajiban, juga termasuk yang memiliki ikatan rahim bersama
mereka, ibu lebih diutamakan dari ayah dalam permasalahan bakti serta nafkah,
hal ini diwajibkan atas anak serta keturunannya, bahkan juga termasuk dari
mereka yang memiliki ikatan rahim dengannya, apabila pemberi nafkah seorang
kaya sedangkan penerimanya orang fakir. Seorang ayah memiliki kewajiban penuh
untuk menafkahi anaknya. Allah berfirman:
قال الله تعالى ]
والوالدات يرضعن أولادهن حولين كاملين لمن أراد أن يتمّ الرضاعة وعلى المولود له
رزقهن وكسوتهن بالمعروف .. [
"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi dia yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban
ayah memberi makan kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf .."
(Al-Baqarah: 233)
عن أبي هريرة رضي الله
عنه قال: قال رجل: يا رسول الله من أحق بحسن الصحبة؟ قال: " أمّك ثم أمّك ثمّ
أمك ثمّ أبوك ثمّ أدناك أدناك " متفق عليه
2-
Berkata Abu Hurairah r.a: bertanya seseorang: ya Rasulullah siapakah yang
paling berhak untuk aku pergauli dengan baik? Beliau menjawab: "Ibumu,
kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian ayahmu, kemudian orang terdekat
denganmu" Muttafaq Alaihi[8].
-
Nafkah diwajibkan bagi dia yang menjadi ahli waris bagi pemberi nafkah, baik
itu dengan fardhu ataupun ashobah.
-
Kewajiban memberi nafkah terhadap kerabat selain orang tua dan keturunan dengan
syarat, bahwa orang yang memberi nafkah sebagai ahli waris penerimanya, dia
haruslah seorang miskin dan pemberinya seorang berkecukupan, juga tidak adanya
perbedaan dalam agama.
-
Wajib bagi seorang tuan untuk menafkahi budaknya, jika meminta dia harus
menikahkan atau menjualnya. Apabila budak yang dia miliki seorang wanita, maka
tuannya tersebut harus memilih antara menyetubuhi, menikahkan atau menjualnya.
-
Nafkah juga diwajibkan terhadap apa yang dimiliki umat manusia dari binatang
ternak, burung ataupun lainnya, dia harus diberi makan dan minum yang pantas,
tidak dibebani melebihi kemampuannya, jika dia tidak mampu memberinya makan
maka dia dipaksa untuk menjual, menyewakan atau menyembelihnya, kalau
seandainya dia itu binatang yang bisa dimakan, pemilik tidak boleh menyembelih
hanya karena untuk berlepas diri darinya, seperti karena sakit, telah tua
ataupun lainnya, dia wajib untuk melakukan apa yang menjadi kewajibannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ø Seseorang akan selamat manakala ia tahu bagaimana cara
mensikapi kehidupan dalam rumahtangga berdasarkan Al-Qur’an dan Ai-Hadist.
Ø Suatu permasalahan dalam rumahtangga kadang menjadikan hal
yang sulit dipahami, diterapkan dalam kehidupan apabila kita tidak cari tahu,
dan tidak mau tahu.
Ø Kedangkalan dalam hal ilmu mengakibatkan kita sering
terjerumus dalam dosa secara tidak sadar.
Ø Permasalahan yang sebenarnya sulit akan menjadi mudah
manakala kita mengetahui ilmunya.
10 Hal yang Berkaitan dengan Nikah
Reviewed by dpy
on
June 08, 2013
Rating:
No comments: