ALANGKAH LUCUNYA UMAT ISLAM (punya al-Qur`an koq banyak orang bodoh, tidak kreatif dan tidak inovatif ?!!)



Membaca lebih penting dari rukun iman dan rukun islam?
diketahui, bahwa ketika Islam datang dengan misi pencerahan, bangsa Arab saat itu dalam kondisi yang disebut sebagai “zaman jahiliyah”. Konsep kejahiliyahan bangsa Arab pra-Islam menjadi perdebatan para pakar. Sebagian ada yang mendakwa dengan sangat ekstrim, bahwa masyarakat Arab saat itu jauh dari nilai, etika dan peradaban manusia. Namun sebagian yang lain berpendapat, bahwa maksud kejahiliyahan Arab adalah adanya beberapa keyakinan yang sesat, pandangan hidup yang keliru serta gaya hidup, sikap dan perilaku masyarakat Arab yang negatif. Antara lain:

1. Pratek politeisme dan paganisme
2. Kasta sosial seperti: tuan, budak dan pembantu
3. Sukuisme, fanatisme dan primordialisme yang kuat
4. Suka berperang
5. Praktek ahumanis dan pandangan sesat seperti membunuh bayi perempuan

Sumber paling otentik yang dapat menjadi bukti akan hal ini adalah al-Qur`an. Kita dapat menyimak beberapa ayat misalnya:
1. Praktek politeisme dan paganisme (al-An’âm[6]:139-141), (an-Nahl[16]:40), (al-Mu`minûn[23]:86-89), (an-Naml[27];24-44), (al-‘Ankbabût[29]:61, 63-65), Luqmân[31]:31), (Fâthir[35]:40), (az-Zumar[39]:3), (an-Najm[53]:19-23)
2. Kasta sosial (al-Baqarah[2]:178), (al-Baqarah[2]:221), (an-Nisâ`[4]:25,91), (al-Mu`minûn[23]:6), (an-Nûr[24]:33), (al-Ahzâb[33]:5)
3. Sukuisme dan fanatisme(al-Baqarah[2]:6-7), (al-Mâ`idah[5]:104), (al-A’râf[7]:28)
4. Suka berperang nampak pada sikap bangsa Arab dalam menyerang nabi dan para pengikutnya. Misalnya dalam perang Badr, Uhud, Khandaq dan lain-lain
5.Pandangan sesat terhadap perempuan dan membunuh bayi perempuan (an-Nahl[16]:58-59), at-Takwîr[81]:8-9)

Di sinilah peran vital dan misi suci al-Qur`an dalam memberantas buta huruf, mencerahkan umat, menciptakan keadilan, mengantarkan manusia kepada kedamaian dan kebahagiaan, menunjukkan jalan kebajikan serta menciptakan tatanan sosial dan peradaban yang sesuai dengan Maqâshid Qur`âniyyah (tujuan-tujuan al-Qur`an). Dalam tempo sekitar 23 tahun, al-Qur`an berhasil merubah sifat-sifat negatif bangsa Arab. Sehingga lahirlah generasi baru yang berpendidikan, mempunyai etika dan tercerahkan oleh cahaya Qur`ani. Tidak heran jika di masa rasulullah, khulafaurrasyidin, tabi’in dan para pengikut tabi’in disebut sebagai generasi terbaik.
          Lalu setelah itu, lahirlah beberapa dinasti Islam yang silih berganti mengibarkan panji-panji kejayaan. Terlepas dari beberapa sejarah kelam dan negatif, harus diakui bahwa di masa merekalah lahir banyak ilmuan mondial dan fenomenal di bidangnya. Kita bangga dengan ibnu Sina atau ibnu Nafis sebagai pakar kedokteran, Jabir bin Hayyan sebagai fisikawan, Al-Khawarizmi ahli matematika, Ibnu Khaldun Bapak Sosiologi Abad Pertengahan, Al-Idrisi seorang geografis yang memetakan dunia, al-Jahizh seorang sastrawan sekaligus zoolog ulung, Al-Quzwini pionir Botani, Ibnu Syathir Astronom yang mendahului Copernicus, Abdul Qahir al-Jurjani sang linguistik handal, dan sederet nama besar lainnya yang tak dapat digoreskan dalam ratusan lembar kertas sekalipun.
          Dari carut matur dan keterpurukan bangsa Arab pra Islam seperti dijelaskan tadi, wahyu al-Qur`an turun sebagai cahaya dan penerang jalan. Al-Qur`an memberikan pesan moral dan spirit peradaban. Al-Qur`an datang untuk melakukan perubahan dan perbaikan tatanan dunia yang sesuai dengan wahyu ilahi. Ajaibnya, wahyu pertama “hanya” perintah membaca. Bukan perintah untuk jihad, bekerja keras, meningkatkan produksi dan ekonomi, menegakkan hukum, membangun konsep kepemimpinan, menyejahterakan rakyat, membentuk pola politik dan syura, atau isu-isu besar lainnya. Atau tentang kejujuran, rendah hati, pemaaf, kedermawanan, tolong menolong, membantu yang lemah atau norma dan etika lainnya. Bahkan juga bukan rukun iman ataupun rukun Islam. Apakah berarti “membaca” lebih penting dari semua itu ???. Sebelum menjawab, marilah kita simak tema berikut ini.


Tadabbur surah (al-'Alaq[96]: 1-5)

1.  Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu yang telah menciptakan.
2.  Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.  Bacalah, dan Rabb-mu-lah yang Maha Pemurah.
4.  Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena.
5.  Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Kata yang diulang 2 kali: Iqra`, Rabb, Khalaq, Insan, ‘Allama. Meskipun setiap kata yang diulang tersebut sama secara morfologis (sharfi, bentuk kata). Namun secara semantis (dalâli, makna) mempunyai maksud yang berbeda. Agar lebih jelas, simaklah tadabbur berikut:

-          Iqra` (bacalah): perintah untuk melakukan kegiatan penyerapan ilmu.  Fakhruddin ar-Razi (w.606 H) menjelaskan bahwa perintah “Iqra` (bacalah)” yang pertama mengisyaratkan pembelajaran pertama (urgensi mencari ilmu). Sedangkan perintah (Iqra`) yang kedua, mengisyaratkan pengajaran (menjadi guru). Jika kita kaitkan dengan konsep Tarbiyah Qur`aniyah, seorang guru yang ingin mengajar seharusnya belajar terlebih dahulu secara baik dan benar. Baik maksudnya sesuai mekanisme dan metodologi ilmiah. Benar maksudnya sesuai dengan falsafah tarbiyah Islam. Redaksi (Iqra`) didahulukan dari (Bismirabbika) sebagai isyarat akan pentingnya ilmu (belajar). 
-          Al-Maqrû` (yang dibaca): al-Qur`an = obyek
-          Bismi Rabbik: mekanisme etis penyerapan/pembacaan ilmu, berkaitan dengan etika, niat dan tujuan. Dalam konteks Tarbiyah Qur`aniyah, kita dapat mengambil spirit bahwa aktivitas tarbiyah harus dilandasi ikhlas lillahi ta'ala (hanya demi Allah), serta dilandasi kesadaran dan penghayatan atas konsep tauhid yang mendalam. Bandingkan dengan aksiologi pendidikan modern seperti: learn to know, learn to do, learn to work, learn to power dsb.
-          Rabb: sifat bagi Allah yang berasal dari kata kerja rabba-yarubbu yang artinya antara lain: memperbaiki, menambah dan memelihara. Allah memakai nama Rabb (bukan Allah/ilâh atau nama keagungan lainnya) di ayat pertama surah al-‘Alaq, mengisyaratkan adanya sifat tarbawi Allah dalam menciptakan bentuk eksoteris (jasad) manusia. Sedangkan pengulangannya di ayat ketiga mengisyaratkan adanya sifat tarbawi Allah dalam membentuk dimensi esoteris (intelektual, emosional, spiritual) manusia. Dalam konteks Tarbiyah Qur`aniyah, kita dapat mengambil spirit bahwa tarbiyah jasadiyah (fisik), tarbiyah ‘aqliyah (intelektual), tarbiyah nafsiyah (emosional) dan tarbiyah ruhiyah (spiritual) harus seimbang. Redaksi “Iqra`” yang dirangkai dengan sifat Allah “Robb” setelahnya, menyiratkan makna bahwa pembacaan atau aktivitas belajar mengajar harus sesuai dengan arti rabba-yarubbu di atas.
-          Alladzi khalaq: menciptakan segalanya (makhlûq). Keimanan akan posisi Allah sebagai Tuhan Sang Pencipta. Redaksi ayat ini sebagai penyadaran atas paham sesat ateisme dan politeisme. Dalam konteks Tarbiyah Qur`aniyah, ayat ini adalah bantahan terhadap Darwinisme dan Materialisme ilmu pengetahuan. Karena Allah adalah pencipta segalanya termasuk manusia.
-          Iqra' wa rabbuka'l akram: pengulangan iqra'= menekankan perintah penyerapan ilmu. Kemudian Allah mensifati diri-Nya dengan Tuhan Yang Maha Mulia. Bentuk isim tafdhîl (superlatif-degree) kata “al-Akram”, mengisyaratkan karunia paling mulia (agung) yang diberikan oleh Allah. Menurut ar-Razi, jika bentuk morfologis “al-Akram” dihubungkan dengan ayat selanjutnya, maka ini mengisyaratkan bahkan karunia Allah kepada manusia berupa ilmu, adalah karunia yang paling mulia (agung). Dengan ungkapan lain, meskipun hanya diciptakan dari segumpal darah, namun manusia menjadi lebih mulia dengan diberi ilmu zahir (melalui pena) dan ilmu laduni (ilham, inovasi). Jadi apa yang dibanggakan?.
-           ‘Allama bi'l qalam= ilmu kasbi = ilmu yang diperoleh melalui mekanisme lahiriyah (membaca, belajar dari guru)
-          ‘Allama'l insâna mâ lam ya‘lam= ilmu ladunni: ilmu yang diberikan oleh Allah kepada makhluk sesuai hak prerogatif-Nya (khusus, istimewa). Ayat ini juga menjelaskan bahwa ilmu manusia bersifat terbatas, sedangkan ilmu Allah bersifat tak terbatas. Secara tidak langsung, ayat ini menegur kita semua agar menghindari penyakit “Arogansi Intelektual”, sekaligus memberi spirit dan motivasi agar manusia selalu belajar dan belajar. Karena ilmu manusia bersifat relatif dan parsial. Sedangkan ilmu Allah bersifat mutlak dan tak terbatas.
-          Rangkaian ayat 1-5 surah al-‘Alaq ini jika kita pahami secara korelatif, mengandung pesan-pesan global. Yaitu: aksiologi ilmu, urgensi dan posisi ilmu yang tinggi serta ketawadhu’an intelektual.

Tak ada seorang muslim yang mempunyai keyakinan bahwa membaca lebih penting daripada rukun iman maupun rukun Islam. Tapi setidaknya, dari sedikit tadabbur di atas, kita sadar bahwa membaca adalah jalan pertama mengetahui Tuhan, hakikat manusia serta memahami karunia Tuhan yang agung, yaitu berupa ilmu dan pengetahuan, yang telah diberikan kepada manusia. Hemat kami, ketiga tema ini dapat menjadi guide-line dan road-map bagi pemahaman manusia untuk menerima rukun iman maupun rukun Islam secara benar dan konsekuen. Membaca adalah wasilah untuk membangun peradaban. Membaca adalah pintu menuju kesadaran kenisbian ilmu manusia, yang seharusnya memicu dirinya untuk terus mencari dan berimajinasi. Karena tidak ada yang final dan limit dalam ilmu pengetahuan, selama Allah berkenan memberikan kepada kita. Di sini kita mungkin menjadi sadar, mengapa umat Islam yang memiliki al-Qur`an, mukjizat Allah paling agung, justru menjadi bangsa yang bodoh, tidak kreatif dan tidak inovatif. Karena mereka lupa dengan perintah pertama dari Yang Maha Menciptakan, yaitu, “Bacalah”. Alangkah lucu sekaligus ironis, memang...!
 
Belajar dari Said Nursi
Sudah menjadi rahasia umum bahwa salah satu faktor kemunduran umat Islam adalah, sumber daya manusianya yang tidak qualified sebagai umat yang pantas memegang panji peradaban dunia. Kebodohan serta buta huruf masih menjadi identitas umat Islam. Ya, Islam. Agama yang konon saat ini paling banyak dianut oleh mayoritas penduduk dunia dan wahyu pertamanya berbunyi Iqra` (bacalah..!). Sadarkah kita...?!. Marilah kita simak bersama, bagaimana Said Nursi, seorang intelektual sekaligus mufassir dari Turki (1877-1960 M), “mengutuk” kebodohan serta membakar semangat umat Islam untuk maju, berkreasi, berpendidikan dan berperadaban.
Berangkat dari inspirasi dan spirit al-Qur`an, khususnya pada saat menafsirkan ayat,


Dan Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya(al-Baqarah[2]:31), Said Nursi menegaskan, “Penggunaan kata (N¯=tæur) adalah bentuk isyarat akan urgensi ilmu dan posisinya yang tinggi. Dan ilmu merupakan pusat (inti, kunci) bagi manusia untuk menjadi khalifah”. Dengan ungkapan lain, sepertinya Said Nursi hendak mengatakan bahwa syarat utama bagi manusia untuk menguasai dunia dan memegang panji peradaban adalah berilmu. Sebab dengan dibekali ilmu, Allah memilih manusia sebagai khalifah, dan menjadikan sifat tersebut (berilmu) sebagai keistimewaan yang tidak dimiliki oleh malaikat sekalipun.
Maka dari itu, Said Nursi heran melihat kondisi umat Islam yang masih “memelihara” kebodohan. Dengan nada gusar dan “gemes”, Said Nursi menyadarkan, “Sesungguhnya, mayoritas prolog dan epilog dari ayat-ayat al-Qur`an mengajak manusia untuk menggunakan akalnya (berpikir). Hayatilah misalnya firman Allah SWT: Ketahuilah[1], Tidakkah kamu berpikir?[2], Apakah mereka tidak memperhatikan?[3], Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?[4], Apakah mereka tidak menghayati?[5], Maka ambillah pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan[6].[7] Serta ayat-ayat semisal lainnya yang menyeru kepada akal pikiran manusia. Ayat-ayat tersebut seakan-akan menggugat, “Mengapa kalian semua tidak peduli dengan ilmu dan justru memilih kebodohan? Mengapa kalian semua menutup mata dan buta dengan hakekat (kebenaran)? Apa yang menyebabkan kalian menjadi gila, padahal kalian mempunyai akal? Apa yang menghalangi kalian untuk berpikir dan memperhatikan (riset) kehidupan? Mengapa kalian tidak mengambil pelajaran dan tidak memilih jalan yang benar? Mengapa kalian tidak menghayati dan tidak menggunakan akalmu, sehingga kalian tersesat?”.[8]
Apakah Said Nursi hanya marah, jengkel, meratap, menangisi, menggugat dan menghujat umat?. Tentu tidak. Dia juga memberikan solusi dengan merangsang imajinasi kita untuk berinovasi dan berkreasi. Simaklah penafsiran Said Nursi berikut,

“Jika Anda berkenan, lihatlah ayat-ayat berikut:
1.     Dan Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya(al-Baqarah[2]:31)
2.     Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami berfirman): "Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud". Dan Kami telah melunakkan besi untuknya(Saba`[34]:10)
3.     Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan. Dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula). Dan Kami alirkan cairan tembaga baginya.(Saba`[34]:12)
4.     Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air.(al-Baqarah[2]:60)
5.     Dan engkau (‘Isa) menyembuhkan orang yang buta dan orang yang berpenyakit sopak dengan ijin-Ku(al-Mâ`idah[5]:110).

Said Nursi melanjutkan, “Kemudian renungilah kandungan ayat-ayat tadi sebagai imajinasi, dan jadikan motivasi bagi Anda untuk mendalami ribuan ilmu yang dapat melahirkan berbagai jenis spesifikasi, inovasi, dan profesi. Sehingga dapat memanifestasikan kodrat manusia, sebagai makhluk yang telah diberi ilmu oleh Allah seperti dalam firman-Nya, Dan Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya. Imajinasi manusia telah menghadirkan berbagai penemuan impresif seperti: kereta api, telegram (telephon) dan sebagainya, setelah berhasil melumatkan besi dan menjinakkan tembaga. Sehingga membuktikan firman Allah,  Dan Kami telah melunakkan besi untuknya. Sebab lunaknya besi, adalah bibit dari lahirnya berbagai kreasi dan inovasi mutakhir. Manusia juga berhasil membuat pesawat terbang yang mampu memperpendek waktu sebulan (perjalanan dengan kuda misalnya) dalam sehari, yang menjadi bukti dari firman Allah, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan, dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula). Tidak hanya sampai di situ. Manusia mempunyai obsesi untuk menciptakan alat yang berfungsi laksana tongkat nabi Musa. Yakni dapat memancarkan air dari pasir gersang seperti firman Allah, Pukullah batu itu dengan tongkatmu. Sehingga tanah gersang itu berubah menjadi kebun hijau nan menyejukkan. Manusia juga telah melakukan berbagai percobaan untuk menyembuhkan kebutaan dan penyakit sopak, serta penyakit kronis lainnya. Jika Anda memperhatikan, maka apa yang selama ini telah dicapai oleh manusia, merupakan refleksi dan implementasi dari ayat-ayat tadi, yang telah memberikan rangsangan imajinasi dan motivasi”.

Said Nursi menambahkan “provokasi” sambil menukil beberapa ayat, “Perhatikan lagi ayat-ayat berikut dan ayat-ayat lain yang semisal:
  1. “Hai api, menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”.(al-Anbiyâ`[21]:69)
  2. “Andaikata dia (Yusuf) tidak melihat tanda (dari) Tuhannya”.(Yûsuf[12]:24)
  3. ”Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf”. (Yûsuf[12]:94)
  4. "Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud" (Saba`[34]:10)
  5. “Kami telah diberi pengertian tentang suara burung”(an-Naml[27]:16)
  6. "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip".(an-Naml[27]:40)

Said Nursi melanjutkan, “Kemudian renungilah kreasi dan inovasi yang telah ditemukan manusia seperti: kasur anti api, bahan-bahan lain yang tahan bakar, alat-alat foto dan kamera yang bisa menghidangkan berbagai gambar di depan mata Anda, sebelum Anda mengedipkan mata Anda. Selain itu, alat-alat perekam dan robot, atau alat-alat yang digunakan untuk meniru aktivitas burung dan merpati. Galilah imajinasi Anda sendiri dengan menganalogikan penemuan-penemuan tersebut, dilandasi spirit dan inspirasi dari ayat-ayat tadi”.[9]
Dalam kesempatan lain, Said Nursi menguraikan visi tarbawi al-Qur`an dalam memerangi kebodohan dan kejumudan, “Ya, benar. Kita dapat menobatkan al-Qur`an sebagai “Guru” yang dapat memberikan berbagai pelajaran. Sebab ketika al-Qur`an menceritakan bermacam-macam mukjizat para nabi, sesungguhnya hal itu dimaksudkan agar manusia memahami, bahwasannya kreasi dan inovasi yang semisal mukjizat-mukjizat tadi, akan dapat terwujud di kemudian hari secara bertahap. Selain itu, agar menjadi motivasi bagi manusia untuk menciptakannya. Seakan al-Qur`an menyeru manusia, “Ayo, lakukan dan berusahalah untuk membuat yang semisal mukjizat-mukjizat tadi. Tempuhlah jarak yang seharusnya membutuhkan waktu dua bulan dalam sehari seperti telah dilakukan nabi Sulaiman As. Pancarkan air dari batu gersang, yang dapat menyegarkan kehidupan dan menyelamatkan manusia dari kehausan seperti dilakukan oleh nabi Musa As dengan tongkatnya. Carilah bahan yang mampu melindungimu dari panas api dan pakailah, seperti terjadi pada nabi Ibrahim As. Tangkaplah suara dari jarak paling jauh dan dengarlah. Lihatlah foto dan pemandangan dari ujung timur sampai ujung barat seperti dilakukan oleh sebagian nabi. Jadikan besi menjadi lunak laksana adonan tepung, seperti dilakukan nabi Daud As. Jadikan besi itu seperti lilin yang dapat engkau bentuk menjadi kerajinan tangan sesukamu. Ambillah banyak manfaat dari arloji dan perahu yang merupakan mukjizat nabi Yusuf As dan nabi Nuh As. Tirulah dan ikutilah apa yang telah mereka lakukan. Nah, al-Qur`an juga memberikan wejangan-wejangan selain itu, yang mengajak kita untuk maju secara materi dan ruhani. Semua itu, membuktikan bahwa al-Qur`an pantas disebut sebagai “Guru” yang selalu memberikan pelajaran bagi kita”.[10]



[1] Misalnya:Maka ketahuilah, bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(al-Baqarah[2]:209).
[2] Misalnya: Maka tidakkah kamu berpikir?(al-Baqarah[2]:44).
[3] Misalnya:Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan? (al-Ghâsyiyah[88]:17).
[4] Misalnya: Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)? (al-An’âm[6]:80).
[5] Misalnya: Maka apakah mereka tidak menghayati al-Qur`an? (an-Nisâ`[4]:82).
[6] Misalnya: Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan. (al-Hasyr[59]:2).
[7] Contoh-contoh ayat di atas adalah pilihan penulis, sebab Said Nursi tidak menyebutkannya secara detail.
[8] Said Nursi, Shaiqal al-Islâm, hlm.495
[9] Said Nursi, Isyâratu al-I’jâz fî Madzâni al-Îjâz, hlm.238-239 (dengan sedikit perubahan redaksi)
[10] Said Nursi, Shaiqal al-Islâm, footnote hlm.499 (dengan sedikit perubahan redaksi)
ALANGKAH LUCUNYA UMAT ISLAM (punya al-Qur`an koq banyak orang bodoh, tidak kreatif dan tidak inovatif ?!!)  ALANGKAH LUCUNYA UMAT ISLAM (punya al-Qur`an koq banyak orang bodoh, tidak kreatif dan tidak inovatif ?!!) Reviewed by dpy on June 08, 2013 Rating: 5

2 comments:

  1. justru itulah Allah perintahkan untuk menuntut ilmu. beda dengan agama kristen, yang menghambat ilmu pengetahuan, sebab mereka maju bukan karena alkitab..
    1. muslim meninggalkan alquran dan assunnah, maka tidak maju
    2. orang kristen meninggalkan alkitab, justru mereka maju

    sebab, seandainya orang-orang non-muslim memegang alkitab, mereka akan merasa terhambat dalam kemajuan ilmu pengetahuan..
    jadi, ini menunjukkan bahwa alkitab bukanlah wahyu Allah
    justru, alquran memerintahkan kita bangkit dan maju dalam segala bidang
    jika mereka mengambil alquran sebagai pedoman, maka mereka semakin tambah maju..

    semakin memperdalamkan alquran, mereka akan semakin tahu tentang kehidupan ini dan alam ini, bahkan sampai ke luar angkasa..waallahu a'lam..terima kasih

    ReplyDelete

dpy
www.dpy.my.id. Powered by Blogger.